Friday, October 17, 2008

Kisruh - 2

Alasannya Ketua DPC Medan Zulkifli Nasution duduk sebagai pengurus di Ikadin versi Teguh Samudera.
Perpecahan di tubuh organisasi Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) ternyata benar-benar sudah menyelusup hingga tingkat cabang. Setelah beberapa waktu lalu Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Ikadin Jakarta Barat dan DPC Bandung memecat beberapa anggotanya. Kini giliran DPC Medan yang harus menncicipi getah pahit perpecahan. Tidak tanggung-tanggung, DPP Ikadin versi Otto mengeluarkan keputusan untuk membekukan DPC Medan.

Kepada hukumonline, Zulkifli Nasution membenarkan perihal pembekuan itu. “Betul, pada tanggal 3 Juli 2007 lalu DPP Ikadin pimpinan Otto Hasibuan telah membekukan pengurus DPC Ikadin Medan,” jelasnya. Meski demikan, Zulkifli menyatakan tidak terlalu memikirkan masalah ini. “Karena yang mengeluarkan perintah pembekuan itu adalah pengurus Ikadin yang tidak sah atau legitimate,” Zulkifli mengungkapkan.




Leonard Simorangkir, Wakil Ketua Umum Ikadin versi Otto mengakui pembekuan tersebut. Menurut Leonard, alasan utama pembekuan DPC Medan tidak lain adalah mengantisipasi merambatnya perpecahan Ikadin ke daerah. “Ketua DPC Medan itu (Zulkifli, red) terdaftar di seberang (kepengurusan Teguh Samudera). Kalau terus dibiarkan dan tidak dibekukan, akan sangat mungkin terjadi perpecahan di sana,” tegasnya.

Sementara, Roberto Hutagalung Sekjen Ikadin versi Teguh juga mengaku tidak mau mengambil pusing atas pembekuan DPC itu. Roberto menjelaskan, pembekuan DPC itu tidak memiliki dasar hukum dan kewenangan yang jelas. “Jadi jelas ini adalah ekspresi emosional dan arogansi dari kepengurusan Otto,” Roberto menuturkan. Karenanya, “Dengan tidak sahnya keputusan itu, untuk apa kita menanggapinya?” cegatnya.

Bentuk caretaker
Untuk menjaga agar tidak terjadi vacuum of power di Medan, Ikadin Otto pun kemudian menunjuk lima orang sebagai caretaker yang ditugaskan untuk mempersiapkan pembentukan DPC Medan yang baru. “Berdasarkan surat keputusan bernomor No. 25/KPTS/DPP-IKDN/2007 tanggal 03 Juli 2007, Djunaidi, Kasmin Sidahuruk, Burhan Sidabariba, Firman Azuar Lubis dan Abdurahman diberi mandat sebagai care taker.”

Lucunya, berdasarkan penuturan Zulkifli, tiga di antara lima orang caretaker yaitu Burhan Sidabariba, Kasmin Sidahuruk dan Firman Azuar Lubis, ternyata termasuk yang melakukan walk out pada saat pelaksanaan Munas Ikadin di Hotel Novotel, Balikpapan. Bahkan mereka juga ikut boyongan ke Hotel Bahtera dimana kubu Teguh Samudera menggelar munas tandingan.

Leonard tidak menepis pernyataan Zulkifli itu. Namun ia menjelaskan bahwa keikutsertaan ketiga caretaker adalah karena ketidaktahuan yang bersangkutan atas persoalan yang terjadi di Munas. “Mereka hanya ikut saja karena mereka tidak mengetahui maksud dari walk out itu untuk apa? Lagipula mereka sudah membuat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa tindakan WO yang dilakukan utusan DPC Medan ternyata telah melanggar kesepakatan rapat cabang DPC Medan yang memberikan rekomendasi untuk berangkat ke Munas di hotel Novotel, bukan hotel yang lain,” urainya.

Burhan Sidabariba, salah satu dari tiga orang yang dimaksud, kepada hukumonline mengoreksi pendapat Leonard. Burhan mengaku ikut serta dalam aksi meninggalkan sidang karena didasari atas rasa solidaritas terhadap aksi WO utusan Medan yang lain. “Kalaupun kami 'digiring' ke Bahtera, itu hanya merupakan solidaritas terhadap kontingen Medan saja. Tapi kami tidak menyepakati atau menandatangani apapun keputusan disana,” Burhan menjelaskan.

Lebih jauh Burhan menjelaskan, tindakan WO yang dilakukan utusan Medan ternyata telah bertentangan dengan hasil kesepakatan rapat di DPC Medan sebelum Munas. Dalam rapat itu, masih menurut Burhan, disepakati bahwa DPC Medan memang mencalonkan Teguh Samudera sebagai calon Ketua Umum Ikadin untuk 'bertarung' dengan Otto Hasibuan. “Tidak ada kesepakatan untuk melakukan WO. Eh.. Tiba-tiba ada keputusan sepihak yang menginstruksikan agar utusan Medan melakukan WO.”

Terhadap pembentukan care taker ini, Zulkifli menyatakan sikap penyesalannya. “Seharusnya dua kubu ini saling menahan diri untuk tidak melakukan infiltrasi hingga ke cabang-cabang. Karena yang dipertaruhkan adalah nama baik organisasi, jangan sampai nanti anggotanya pindah ke organisasi lain,” Zulkifli mengingatkan.

Mengenai langkah lebih lanjut, Burhan menyatakan akan segera menggelar rapat anggota luar biasa untuk memilih tim formatur yang akan membentuk DPC yang baru. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa diselenggarakan,” terangnya. Sebagai langkah awal ia akan menyelenggarakan sosialiasi hasil Munas Balikpapan kepada anggota DPC Medan. “Ketua Umum (Otto Hasibuan) dan Sekjen (Adardam Achyar) akan hadir dalam acara tersebut,” imbuhnya.

Pemecatan tidak sah
Ditanya lebih jauh mengenai kemungkinan pemecatan terhadap Zulkifli Nasution dari keanggotaan DPC Medan, Burhan tidak berani secara tegas menjawabnya. “Itu bukan kewenangan caretaker, melainkan DPC yang baru akan terbentuk kemudian.” Namun, Burhan menerangkan akan menerima Zulkifli sebagai anggota jika ia mau tunduk pada Anggaran Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (AD/PRT) Ikadin versi Otto.

Di lain pihak, Zulkifli juga mengaku akan melakukan hal yang sama. “Kami tidak akan memecat siapapun. Karena menurut kami, pemecatan adalah bentuk sikap kekanak-kanakan. Sama sekali tidak ada manfaatnya,” kata Zulkifli.

Suara agak 'netral' dikumandangkan DPC Ikadin Jakarta Pusat. Abdul Fickar Hadjar Sekretaris DPC Jakarta Pusat, menyesalkan tindakan saling pecat-memecat yang terjadi di beberapa DPC lainnya. Fickar mengatakan, berdasarkan hasil kesepakatan, DPC Jakarta Pusat tidak akan melakukan pemecatan terhadap anggotanya. “DPC Jakarta Pusat memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk memilih (kepengurusan DPP) yang mana,” tegasnya.

Keputusan yang diambil DPC Jakarta Pusat itu bukannya tanpa alasan. Mereka berargumen, DPC tidak memiliki kewenangan untuk memecat anggotanya. “Karena yang memberikan status keanggotaan Ikadin adalah DPP, bukan DPC. Jadi atas dasar kewenangan apa DPC melakukan pemecatan?” sergahnya.

Kendati begitu, Fickar menampik jika dianggap membela salah satu kubu atas sikap yang dikeluarkan DPC Ikadin Jakarta Pusat. “Nggak lah.. Itu urusan mereka masing-masing,” selorohnya.

Rekonsiliasi makin sulit tercapai

Dengan adanya masalah pembekuan DPC Medan dan pemecatan terhadap beberapa anggota ini seakan menjelaskan bahwa proses rekonsiliasi makin teramat sulit untuk direalisasikan. Pasalnya, kedua belah pihak bersikeras menyatakan bahwa dirinya adalah yang paling sah.

Roberto misalnya. Ia menyatakan, “Dengan siapa kami harus berekonsiliasi? Rekonsiliasi hanya mungkin dilakukan jika dua pihak memiliki keabsahan yang sama. Sementara mereka tidak sah,” tegasnya. Sebaliknya, Leonard tak mau kalah galak. “Toh tidak ada ruginya kehilangan 50 orang dibandingkan dengan 650 orang (yang mengikuti Munas di Balikpapan, red),” ujarnya.

Sementara, DPC Jakarta Pusat lagi-lagi mengeluarkan pendapat berbeda. Menurut Fickar, ada hal yang lebih besar ketimbang berupaya untuk mendamaikan dua pihak yang berseteru itu. Fickar melanjutkan, ketika Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dibentuk, maka delapan organisasi profesi yang membidani kelahirannya hanya berbentuk paguyuban.

“Seperti diketahui, keanggotaan PERADI itu adalah keanggotaan personal advokat. Dengan kata lain, keberadaan PERADI itu telah menegasikan eksistensi keberadaan organisasi kino (kelompok induk organisasi, dalam hal ini adalah delapan organisasi profesi, red),” tandasnya.

(di post dari http://www.hukumonline.com )

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home